BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Carl Rogers lahir
pada tanggal 8 januari 1902, di oak park, Illionis, sebuah daerah pinggiran
Chicago. Ia anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya adalah insinyur teknik
sipil yang sukses. Ibunya adalah seorang
ibu rumah tangga pemeluk Kristen yang taat. Semenjak kecil, Rogers nampak
cerdas ia sudah bisa membaca sebelum usia TK, maka dari itu ia tidak perlu
masuk TK lagi namun langsung masuk SD.
Teori Rogers
didasarkan pada prinsip humanistik bahwa jika orang diberi kebebasan dan
dukungan emosional untuk bertumbuh, mereka bisa berkembang menjadi manusia yang
berfungsi secara penuh. Tanpa kesamaaan atau pengarahan, tetapi didorong dengan
lingkungan yang menerima dan memahami situasi terapeutik, orang akan memecahkan
masalahnya sendiri dan berkembang menjadi jenis individu yang mereka inginkan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana riwayat hidup dari Carl
Rogers?
2.
Bagaimana pandangan Carl Rogers
mengenai psikologi?
3.
Bagaimana konsep Rogers terhadap
pemikirannya?
4.
Seperti apa teori yang dikembangkan
Carl Rogers?
5.
Bagaimana peran teori Rogers
terhadap perkembangan?
6.
Apa aplikasi teori humanistik
terhadap pembelajaran siswa?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui riwayat hidup Carl
Rogers.
2.
Mengetahui Carl Rogers mengenai
psikologi.
3.
Mengetahui teori yang dikembangkan
oleh Carl Rogers.
4.
Mengetahui teori yang dikembangkan Carl Rogers.
5.
Mengetahui peran teori Rogers
terhadap perkembangan.
6.
Mengetahui teori humanistik terhadap pembelajaran siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Profil Carl Rogers
Carl Rogers lahir
pada tanggal 8 januari 1902, di oak park, Illionis, sebuah daerah pinggiran
Chicago. Ia anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya adalah insinyur teknik
sipil yang sukses. Ibunya adalah seorang
ibu rumah tangga pemeluk Kristen yang taat. Semenjak kecil, Rogers nampak
cerdas ia sudah bisa membaca sebelum usia TK, maka dari itu ia tidak perlu
masuk TK lagi namun langsung masuk SD.
Saat berusia 12
tahun, keluarganya pindah ke sebuah daerah pertanian 30 mil sebelah timur
Chicago. Ditempat ini ia menghabiskan masa remajanya. Selama itu ia mendapatkan
pendidikan yang keras dan kegiatan yang padat. Dengan keadaan ini Rogers
memiliki kepribadian yang agak terisolasi tetapi menjadi yang independen dan
sangat disiplin.
Rogers masuk
University of Wisconsin mengambil jurusan pertanian. Kemudian ia beralih
mempelajari agama dan bercita-cita menjadi pendeta. Dia pernah dipilih menjadi
salah satu dari 10 mahasiswa yang mendapat kesempatan menghadiri Konferensi
Mahasiswa Kristen sedunia di Beijing 6 bulan lamanya. Atas keikutsertaanya dan
berdasarkan pengalamannya yang baru ini bisa memperluas pemikirannya, akhirnya
ia mulai meragukan beberapa pandangan yang menjadi dasar agama.
Selama kuliah ia
mengenal gadis bernama Helen Elliot. Meski pertemanannya sempat ditentang oleh
orangtuanya, setelah lulus Rogers tetap tetap menikahi Helen. Kemudian mereka
pindah ke kota New York dan mengajar di Union Theological Seminary, sebuah
institusi keagamaan liberal yang cukup terkenal. Pada saat memberikan kuliah, Rogers
menyarankan agar mahasiswanya membuat diskusi kelas dengan tema “Kenapa saya
mau jadi pendeta?” dia menyatakan, “kalau anda sebagai mahasiswa tidak ingin
kehilangan pekerjaan, jangan ambil kelas dengan pembahasan seperti ini.”
Ternyata hasilnya mereka menganggap alasan mereka sudah berdasarkan teks-teks
keagamaan.
Sungguh dramatis,
ternyata Rogers sempat kehilangan keyakinan terhadap agama, ini tentu saja
merupakan persoalan psikologis pada dirinya. Oleh karena itu Rogers kemudian
masuk ke program Psikologi Klinis di Columbia University dan menerima gelah
Ph.D tahun 1931. Lalu melakukan praktik di Lembaga Masyarakat Rochester untuk
mencegah kekerasan terhadap anak-anak.
Pada tahun 1940 dia
menjabat profesor penuh di Negara bagian Ohio. Tahun 1942 ia menulis buku
pertamanya, berjudul counseling and psychoterapy. Tahun 1945 ia diundang untuk
mendirikan pusat konseling di University of Chicago. Saat bekerja disinilah
bukunya yang sangat terkenal Client-centered Therapy diterbitkan, yang memuat
garis besar teori terapinya. Bentuk terapi ini sangat terkenal di Amerika
Serikat, dan digunakan dalam usaha memperbaiki kepribadian manusia dalam
berbagai situasi.
Tahun 1957 ia
kembali mengajar di University of Wisconsin. Pada saat itu terjadi konflik
internal dalam fakultas psikologi, dan rogers merasa sangat kecewa dengan
sistem pendidikan tinggi yang dia tangani. Tahun 1967 dengan senang hati ia menerima posisi sebagai
peneliti di La Jolla, California. Di sini dia memberikan terapi,
ceramah-ceramah, dan menulis karya-karya ilmiah sampai akhir hayatnya ditahun
1987.
Titik balik
kehidupan Rogers
Pada tahun 1920,
saat Rogers berusia 18 tahun, ia singgah di Peking Cina, sebagai seorang
delegasi untuk konferensi mahasiswa kristen Internasioanal. Selama persinggahan
kurang lebih 6 bulan, terjadi perubahan-perubahan penting pada dirinya. Di
sana, ia mengalami sesuatu yang akan menentukan bentuk dan hakikat dari
pendekatannya terhadap kepribadian.
Sebelumnya,
pendidikan Rogers bercirikan agama Kristen fundamentalis yang ketat dan tak
suka berkompromi dengan suatu tekanan pada tingkah laku moral yang tepat dan
kebajikan kerja keras. Ajaran-ajaran agama dari orangtuanya sangat
mempengaruhinya sepanjang kanak-kanak dan masa remaja, an tidak goyah ketika ia
memasuki perguruan tinggi. Karena itu, meski awalnya ia kuliah di bidang
pertanian, lalu akhirnya memutuskan dalam tahun kedua untuk mengandikan
kehidupannya bagi ‘karya-karya Kristen’ dengan menjadi seorang pendeta.
Tahun 1921, Rogers
dipilih lagi untuk mengahadiri Konferensi Federasi Mahasiswa Kristen Sedunia di
Cina. Konferensi itu membuka wawasannya dalam banayk aspek. Dia menemukan suatu
bagian penting dalam perjalanannya ke sisi lain dari dunia. Rogers yang pada
masa SMA-nya agak terisolasi, kini berubah secara drastis menjadi terbuka
kepada orang-orang dari bermacam latar belakang intelektual dan kultural yang
ide-ide dan penampilan serta bahsa mereka yang semual asing baginya. Di Cina,
ketika ia berbicara delegasi-delegasi mahasiswa lain, dia mulai terpengaruh
oleh ide-ide mereka. Kepercayaan-kepercayaan fundamentalisnya yang kuat serasa
ditembus, dilemahkan, dan akhirnya dibuang.
Rogers mencatat
pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya pada waktu itu dalam suatu catatan
harian. Dia mengirim salah satu salinannya kepada kekasihnya, Helen dan salinan
lainnya kepada orangtuanya. Dari hari ke hari, dia terus mencatat dan mengirim
pikirannya itu yang bertambah lama bertambah banyak. Di rumah, orangtuanya
menjadi sangat kuatir terhadap isi suratnya yang panjang., tetapi Rogers tidak
mengetahui apa-apa akan bahaya yang disebabkannya. Hal ini karena jawaban surat
dari orangtuanya di Anerika Serikat terlambat dia terima. Keterlambatan itu
lamanya dua bulan, sebelum reaksi orangtuanya terhadap surat yang pertama
sampai kepadanya.
Salah satu akibat
dari pengalaman Rogers mengikuti konferensi di Cina adalah putusnya
ikatan-ikatan agama dan intelektual dengan orangtuanya, dan munculnya kesadaran
bahwa ia merasa merdeka. Di dalam tulisannya “Autobiography” Rogers mengatakan,
“saya dapat berpikir menurut-menurut pikiran-pikiran saya sendiri, sampai
kepada kesimpulan-kesimpulan saya sendiri, dan menjadi saksi terhadap
kepercayaan saya sendiri.” Kebebasan yang baru diperoleh ini, serta perasaan
keyakinan dan arah yang diberikannya menyebabkan ia sadar bahwa akhirnya
seseorang harus berdansar pada pengalamannya sendiri. Kepercayaan dan keyakinan
akan pengalaman diri sendiri menjadi sendi pendekatan Rogers terhadap
kepribadian
B.
Pandangan Rogers
Pandangan rogers
secara esensial disusun oleh persepsi. Bagi rogers objek utama dari kajian
psikologi adalah manusia dan dunia yang dipandang oleh manusia itu. Menurut
rogers, oleh karena itu, kerangka fenomenologis internal dari referensi
individual akan membentuk dasar psikologi yang tepat. Yang dapat dikaji
terutama oleh hukum-hukum yang mengatur persepsi.
Rogers memandang
manusia sebagai bentuk-bentuk dari konsep dirinya (self concept) dan pengalaman
di satu sisi, dan interpretasinya tentang stimulus lingkungan pada sisi yang
lain. Inilah tingkatan kongruensi antara faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi perluasan aktualisasi diri
yang terjadi. Rogers beragumentasi bahwa perubahan-perubahan dalam persepsi
diri dan persepsi atas realitas menghasilkan perubahan yang serentak dalam
perilaku dan hal itu memberikan kondisi psikologis tertentu bagi seseorang
sehingga mempunyai kapasitas untuk mereorganisasi bidang persepsinya., termasuk
bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri. Hal yang sangat penting adalah
ancaman terhadap konsep diri, sebab diri biasanya menolak memasukkan pengalaman
yang tidak konsisten dengan fungsinya. Maka rogers berpendapat bahwa ketika
diri dipandang bebas dari ancaman serangan, maka diri mungkin akan menjawab
persepsi yang bertolak dan mengintegrasikannya kembali diri dalam dalam cara
yang sedemikian rupa hingga menjadi bagian darinya.
Ia menganggap
terapi sebagai suatu proses yang di dalam individu memiliki kesempatan untuk
mengorganisasi kembali dunia subjektifnya (the subjective world), dan untuk
mengintegrasikan dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, ia memandang
proses utama dari terapi adalah memfasilitasi pengalaman individu untuk menjadi
individu yang lebih otonom, spontan, percaya diri.
Meskipun demikian,
ketika desakan potensi aktualisasi diri, ketika desakan potensi aktualisasi
diri ada dalam diri seseorang, Rogers menyatakan bahwa kondisi-kondisi yang
yang dapat memfasilitasi perkembangannya terdapat pada hubungan seseorang
dengan ahli terapi, dan terjadi melalui hubungan yang dekat, hangat secara
emosional dan saling pengertian dimana individu bebas dari ancaman dan memiliki
kebebasan untuk menjadi “diri yang sesungguhnya”.
Saya sapat
menetapkan keseluruhan hipotesis dalam satu kalimat, sebagai berikut: Jika saya
dapat melakukakan suatu jenis hubungan tertentu, orang lain akan menemukan
dalam dirinya kapasitas untuk tumbuh, dan berubah, serta perkembangan pribadi
akan terjadi. (Rogers, 1961, hlm.33).
Jenis hubungan yang
dimaksud oleh rogers ini memiliki tiga kualitas khusus yang penting, pertama
adalah antusias atau kemurnian dari para ahli terapi. Untuk mencapai hal itu
ahli terapi harus sadar perasaanya sendiri, sejauh yang mungkin dilakukan, dan
tidak menunjukkan sikap kepura-puraan, jika mungkin dapat mengekspresikan
berbagai sikap dan perasaan. Kondisi kedua dari hubungan terapeutik adalah
memandang positif kondisi yang tidak sama (unconditional positiv regard) kepada
klien, memberi harga dan nilai kepada seseorang sebagai seorang individu yang
terlepas dari kondisinya, perilaku dan perasaan, respek terhadap seseorang, dan
penerimaan terhadap seseorang karena kebenaran yang dimilikinya. Kondisi ketiga
dari hubungan itu adalah pengertian empatis atau mendengarkan secara tulus
keinginan yang terus meenerus untuk memahami perasaan dan makna pribadi yang
dialami seseorang.
Jadi hubungan
bermanfaat ini dicirikan sikap keterbukaan saya, dalam hal ini perasaan saya
adalah tampak jelas, karena penerimaan terhadap orang lain ini sebagai orang
yang terpisah dengan nilai kebenaran miliknya sendiri dan dengan pengertian
empatis yang mendalam yag memungkinkan saya melihat dunia pribadinya melalui
tatapan matanya. Pada saat kondisi-kondisi ini tercapai, saya menjadi kawan
bagi klien saya, menemaninya dalam ketakutan mencari dirinya sendiri, kini dia
merasakan bebas melakukannya.
C.
Konsep prinsip Pemikiran Rogers
Adapun penjelasan konsep masing-masing
prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Hasrat untuk Belajar
Menurut
Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti dengan
tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi
lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini
merupakan asumsi dasar pendidikan humanistik. Di dalam kelas yang humanistik
anak-anak diberi kesempatan dan kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin
tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang
penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya.
b.
Belajar yang Berarti
Belajar
akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan dengan
kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat apabila yang
dipelajari mempunyai arti baginya.
c.
Belajar Tanpa Ancaman
Belajar
mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung
dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar akan berjalan lancer
manakala murid dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman
baru atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman yang bisaanya
menyinggung perasaan.
d.
Belajar atas Inisiatif Sendiri
Belajar
akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan
melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya
sendiri sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid
untuk “belajar bagaimana caranya belajar” (to learn how to learn ). Tidaklah
perlu diragukan bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting, akan tetapi tidak
lebih penting daripada memperoleh kecakapan untuk mencari sumber, merumuskan
masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar atas
inisiatif sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun hasil
belajar. Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas,
tidak bergantung, dan percaya pada diri sendiri. Apabila murid belajar atas
inisiatif sendiri, ia memiliki kesempatan untuk menimbang-nimbang dan membuat
keputusan, menentukan pilihan dan melakukan penilaian. Dia menjadi lebih
bergantung pada dirinya sendiri dan kurang bersandar pada penilaian pihak lain.
Di samping atas inisiatif sendiri, belajar juga
harus melibatkan semua aspek pribadi, kognitif maupun afektif. Rogers dan para
ahli humanistik yang lain menamakan jenis belajar ini sebagai
whole-person-learning belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan pribadi
yang utuh. Para ahli humanistik percaya, bahwa belajar dengan tipe ini akan
menghasilkan perasaan memiliki (feeling of belonging ) pada diri murid. Dengan
demikian, murid akan merasa terlibat dalam belajar, lebih bersemangat menangani
tugas-tugas dan yang terpenting adalah senantiasa bergairah untuk terus
belajar.
e.
Belajar dan Perubahan
Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh
Rogers ialah bahwa belajar yang paling bermanfaat ialah bejar tentang proses
belajar. Menurut Rogers, di waktu-waktu yang lampau murid belajar mengenai
fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat brerubah,
dan apa yang diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan
zaman. Saat ini perubahan merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi selalu
maju dan melaju. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat membekali orang
untuk hidup dan berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan dating. Dengan
demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di
lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah
D.
Teori Rogers
Teori Rogers
didasarkan pada prinsip humanistik bahwa jika orang diberi kebebasan dan
dukungan emosional untuk bertumbuh, mereka bisa berkembang menjadi manusia yang
berfungsi secara penuh. Tanpa kesamaaan atau pengarahan, tetapi didorong dengan
lingkungan yang menerima dan memahami situasi terapeutik, orang akan memecahkan
masalahnya sendiri dan berkembang menjadi jenis individu yang mereka inginkan.
Rogers mengatakan
bahwa tiap-tiap dari individu memiliki dua self/diri. Diri yang kita rasakan
sendiri (“I” atau “me” yang merupakan persepsi kita
tentang diri kita sesungguhnya “real
self”)dan diri kitayang ideal/diinginkan “ideal self” (yang kita inginkan). Rogers (1961) megajarkan bahwa
masing-masing dari kita adalah korban dari conditional
positive regard (memberikan cinta, pujian, dan penerimaan jika individu
mematuhi norma orang tua atau norma social) yang orang lain tunjukkan kepada
kita. Kita tidak bias mendapatkan cinta dan persetujuan orang tua atau orang
lain kecuali bila mematuhi norma social dan aturan orang tua yang keras. Kita
diperintahkan untuk melakukan apa yang harus kita lakukan dan kita pikirkan.
Kita dicela, disebutkan nama, ditolak, atau dihukum jika kita tidak menjalani
norma dari orang lain. Sering kali kita gagal, dengan akibat kita mengembangkan
penghargaan diri yang rendah, menilai rendah diri sendiri, dan melupakan siapa
diri kita sebenarnya.
Rogers mengatakan
bahwa jika kita memiliki citra diri yang sangat buruk atau berperilaku buruk,
kita memerlukan cinta, persetujuan, persahabatan, dan dukungan orang lain. Kita
memerlukan unconditional positive regard (member
dukungan dan apresiasi individu tanpa menghiraukan perilaku yang tak pantas
secara social), bukan karena kita pantas mendapatkannya, tapi karena kita
adalah manusia yang berharga dan mulia. Dengan itu semua, kita bisa menemukan
harga diri dan kemampuan mencapai ideal
self kita sendiri. Tanpa unconditional
positive regard kita tidak dapat mengatasi kekurangan kita dan tak dapat
menjadi orng yang berfungsi sepenuhnya.
Rogers mengajarkan
bahwa individu yang sehat adalah individu yang sehat adalah individu yang
berfungsi sepenuhnya, yaitu yang telah mencapai keselarasan antara diri yang
nyata (real self) dan diri yang
dicita-citakan (ideal self). Jika ada
penggabungan anatara apa yang orang rasakan tentang bagaimana dirinya dan apa
yang mereka inginkan, mereka mampu menerima dirinya menjadi diri sendiri dan
hidup sebagai diri sendiri tanpa konflik.
1.
Pendekatan Rogers
Terhadap Kepribadian
Tema pokok
pemikiran Rogers adalah suatu refleksi tentang apa yang dipelajarinyanmengenai
dirinya pada rentang usia 18-20 tahun: bahwa seseorang harus bersandar pada
pengalamannya sendiri tentang dunia, karena hanya itulah kenyataan yang dapat
diketahui oleh seorang individu.
Harus dipahami
bahwa Rogers bekerja dengan individu-individu yang terganggu yang mencari
bantuan untuk mengubah kepribadian mereka. Untuk merawat pasien-pasien ini
(yang selanjutnya disebut Rogers sebagai klien), dia mengembangkan suatu metode
trapi yang menempatkan tanggungjawab utama terhadap perubahan kepribadian pada
klien, bukan pada ahli terapi (seperti biasa dilakukan oleh penganut Freud).
Oleh karena itu, pendekatannya disebut “terapi yang berpusat pada klien”
(client-centered therapy). Metode ini menganggap bahwa individu yang terganggu
memiliki suatu tingkat kemampuan kesadaran tertentu, dan mengatakan kepada kita
banyak hal tentang pandangan Rogers mengenai kodrat manusia.
Menurut Roger,
manusia yang rasional dan sadar, tidak terkontrol oleh peristiwa-peristiwa masa
kanak-kanak karena masa itu sudah kewat seperti pembiasaan akan kebersihan
buang air kecil atau buang air besar, penyapihan yang lebih cepat atau
pengalaman-pengalaman seks sebelum waktunya. Hal-hal ini tidak menghukum atau
membelenggu kita untuk hidup dalam konflik dan kecemasan yang tidak dapat
dikontrol. Masa sekarang dan bagaimana kita memandangnya bagi kepribadian yang
sehat adalah jauh lebih penting daripada berlarut-larut mengingat masa lampau.
Akan tetapi Rogers mengemukakan bahwa pengalaman-pengalaman masa lampau dapat
mempengaruhi cara bagaimana kita memandang masa sekarang yang pada gilirannya
mempengaruhi tingkat kesehatan psikologis kita. Jadi, pengalaman-pengalaman
masa kanak-kanak adalah penting, tetapi focus Rogers tetap pada apa yang
terjadi terhadap seseorang hari ini, saat sekarang, bukan pada apa yang terjadi
waktu lampau.
2.
Motivasi Orang yang
Sehat adalah Aktualisasi
Menurut Rogers
dorongan adalah ‘satu kebutuhan fundamental’. Rogers menempatkan suatu dorongan
dalam sistemnya tentang kepribadian, meliputi pemeliharaan, mengaktualisasikan,
dan meningkatkan semua segi individu. Kecenderungan ini dibawa sejak lahir dan
meliputi komponen-komponen pertumbuhan fisiologis danpsikologis, meskipun
selama tahun-tahun awal kehidupan, kecenderungan tersebut lebih terarah kepada
segi-segi fisiologis.
Baginya tidak ada
segi pertumbuhan dan perkembangan manusia beroperasi secara terlepas dari
kecenderungan aktualisasi ini. Aktualisasi bisa berbuat jauh lebih banyak
daripada mempertahankan organisme, aktualisasi juga memudahkan dan meningkatkan
pematangan dan pertumbuhan. Contohnya jika bayi bertambah besar, organ-organ
tbuh dan proses-proses fisiologis menjadi semakin kompleksdan berdiferensiasi
karena bayi tersebut fisiknya mulai berfungsi dalam arah-arah yang kompleks.
Proses pematangan ini mulai dengan perubahan-perubahan dalam ukuran dan bentuk
dari bayi yang baru lahir sampai pada perkembangan sifat-sifat jenis kelamin
sekunder pada masa remaja.
Rogers berpendapat,
bahwa kecenderungan untuk aktualisasi sebagai suatu tenaga pendorong adalah
jauh lebih kuat daripada rasa sakit dan perjuangan, serta setiap dorongan yang
ikut menghentikan usaha untuk beerkembang.
Rogers percaya
bahwa segi kecenderungan aktualisasi ini dapat ditemukan dalam semua makhluk
yang hidup. Binatang-binatang, pohon-pohon, dan bahkan ganggang laut
memilikinya, sebagaimana dilukiskan Rogers dalam gaya puitis:
“Di sini dalam ganggang laut yang
serupa pohon palm, terdapat kegigihan hidup, dorongan hidup untuk maju,
kemampuan untuk masuk ke dalam suatu lingkunagn yang benar- benar bermusuhan
dan tidak hanya mempertahankan dirinya, tetapi juga menyesuaikan diri,
berkembang, dan menjadi dirinya sendiri.”
Intinya,
aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan belajar,
khususnya dalam masa kanak-kanak. Agaknya, ‘konvergensi’ merupakan ‘potret’
yang dapat mewakili gambaran perkembangan ini, karena individu tumbuh tidak
semata-mata ‘berselimutkan tabula rasa’, tetapi dalam perkembangannya faktor
‘lingkungan’ (environment) juga memiliki andil yang besar.
3.
Perkembangan Diri
Rogers
mengilustrasikan perkembangan diri manusia seperti berikut: Ketika individu
masih kecil, sebagai anak-anak ia mulai membedakan atau memisahkan salah satu
segi pengalamannya dari pengalaman yang lain. Segi ini adalah ‘diri’ dan itu
digambarkan dengan bertambahnya penggunaan kata ‘aku’ dan ‘kepunyaanku’. Anak
itu mengemangkan kemampuan untuk membedakan antara apa yang menjadi milik atau
bagian dari dirinya dan semua benda lain yang dilihat, didengar, diraba, dan
diciumnya ketika dia mulai membentuk suatu lukisan dan gambar tentang siapa
dia. Dengan kata lain, anak itu mengembangkan suatu ‘pengertian diri’ atau self concept. Sebagai bagian dari self concept, anak itu juga
menggambarkan dia akan menjadi siapa atau ingin menjadi siapa.
Cara-cara khusus
bagaimana ‘diri’ itu berkembang dan apakah dia akan menjadi sehat atau tidak,
tergantung pada cinta dan kasih sayang yang diterima anak itu di masa kecil.
Penerimaan cinta ini utamanya dari ibu, dan dari bapak, tetapi bisa juga dari
pengasuhan orang dewasa lain, misalnya pengasuh bayi, kakek nenek, atau
pembantu. Pada waktu ‘diri’ itu berkembang, anak itu juga belajar membutuhkan
cinta. Rogers menyebut kebutuhan ini ebagai ‘penghargaan positif’ atau positive regard. Positive regard merupakan suatu kebutuhan yang bisa memaksa dan
merembes, dimiliki oleh semua manusia, setiap anak terdorong untuk mencari
‘penghargaan positif’.
4.
Karakteristik
aktualisasi-diri
Ada 3 hal penting
menurut Rogers jika seseorang ingin memahamin aktualisasi-diri. Yaitu :
1.
Aktualisasi-diri berlangsung
terus menerus
2.
Aktualisasi-diri erupakan suatu
proses yang sukar
3.
Aktualisasi-diri menjadikan orang
menjadi diri mereka sendiri
Hal pertama, Rogers
meyakini bahwa kepribadian yang sehat itu bukan merupakan suatu keadaan dari
ada, melainkan suatu peroses, atau ‘suatu arah bukan suatu tujuan’. Aktualisasi
diri berlangsung terus, tidak pernah meruoakan suatu kondisi yang selesai atau
statis. Tujuannya yakni orientaso ke masa depan, atau menarik individu ke
depan, yang selanjutnya mendiferensasikan dan mengembangkan segala segi dari
‘diri’.
Hal kedua,
aktualisasi-diri itu merupakan suatu proses yang sukar dan kadang kadang
menyakitkan. Aktualisasi-diri merupakan suatu ujian, rintangan, dan cambuk yang
muncul terus menerus terhadap semua kemampuan seseorang. Menurut Rogers,
“aktualisasi-diri merupakan keberanian untuk ada”. hal ini berarti, “seseorang
meluncurkan diri sendiri sepenuhnyakedalam arus kehidupan”.
Hal ketiga, bahwa
orang orang yang mengaktualisasikan diri, mereka benar benar menjadi diri
mereka sendiri. Mereka tidak bersembunyi di belakang topeng-topeng , yang
berpura pura menjadi sesuatu yang bukean diri mereka, atau menyembunyikan
sebagian diri mereka. Mereka mengetahui bahwa mereka dapat berfungsi sebagai
individu-individu dalam sanksi-sanksi dan garis-garis pedoman yang jelas dari
masyarakat.
5.
Orang yang
berfungsi sepenuhnya
Menurut rogers ada 5 sifat orang
yang berfungsi sepenuhnya. Yaitu :
1.
Adanya keterbukaan pada
pengalaman
Seseorang yang
tidak terhambat oleh syarat-syarat penghargaan, bebas untuk mengalami semua
perasaan dan sikap. Tidak satu pun yang harus dilawan karna tidak ada satupun
yang mengancam. Jadi, keterbukaan pada pengalaman adalah lawan dari sikap
defensif. Setiap pendirian dan perasaan yang berasal dari dalam dan dari luar
disampaikan ke sistem syaraf organisme tanpa rintangan.
2. Berada dalam
kehidupan eksistensial
Orang yang berfungsi
sepenuhnya,senantiasa hidup dalam momen kehidupan. Setiap pengalaman dirasakan
segar dan baru. Sesuatu yang dialami seperti sebelumnya belum pernah ada,
kemudian direspon dengan cara yang tidak persis sama. Maka dalam setiap momen
kehidupan selalu ada kegembiraan, karen setiap pengalaman dapat tersingkap
secara segar.
3. Adanya
kepercayaan terhadap organisme diri sendiri
Prinsip ini mungkin
paling baik dipahami dengan menunjuk pada pengalaman rogers sendiri . Dia
menyatakan “ Apabila aktivitas seakan-akan berharga maka aktivitas itu perlu
dilakukan. Sebaliknya , jika suatu aktivitas dirasa tidak berharga maka
aktivitas itu tidak perlu dilakukan.Saya telah belajar bahwa seluruh perasaan
organismik saya terhadap suatu situasi lebih dapat dipercaya dari pada pikiran
saya “
4. Memiliki perasaan bebas
Rogers percaya
semakin seseorang sehat secara psikologis, maka semakin ia mengalami kebebasan
untuk memilih dan bertindak. Orang yang sehat dapat memilih dengan bebas tanpa
adanya paksaan atau rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan.
5. Senantiasa
kreatif
Semua orang yang
berfungsi sepenuhnya sangat kreatif. Mengingat sifat-sifat yang mereka miliki,
sukar untuk melihat bagaimana seandainya kalau orang ini tidak demikian
kreatif. Menurut rogers orang-orang yang terbuka sepenuhnya kepada semua
pengalaman, yang percaya akan organisme mereka sendiri, yang fleksibel dalam
keputusan dan tindakannya, ialah orang-orang yang akan mengungkapkan diri
mereka dalam produk-produk yang kreatif ,serta kehidupan yang kreatif dalam
semua bidang kehidupannya. Mereka bertingkah laku spontan, senantiasa berubah
,bertumbuh dan berkembang sebagai respons atas stimulus – stimulus kehidupan
yang beraneka ragam di sekitar mereka.
E.
Peran Terhadap
Pengembangan
Teori ini mengajarkan
orang untuk percaya pada diri sendiri dan menerima tanggungjawab untuk
pengembangan potensi penuhnya. Humanis juga menekankan bahwa orang memiliki
kebutuhan manusia ysng nyata yang harus terpenuhi untuk pertumbuhan dan
perkembangan.
Rogers membedakan dua tipe
belajar yaitu:
1.
Kognitif (kebermaknaan)
2.
Experiential (pengalaman atau
signifikansi)
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran
adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran,
yaitu:
1.
Menjadi manusia berarti memiliki
kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa
tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.
Siswa akan mempelajari hal-hal
yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3.
Pengorganisasian bahan pengajaran
berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi
siswa.
4.
Belajar yang bermakna dalam
masyarakat modern berarti belaar tentang proses.
Dalam bukunya
Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistic yang penting diantaranya ialah:
a.
Manusia itu mempunyai kemampuan
belajar secara alami
b.
Belajar yang signifikan terjadi
apbila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan
maksud-maksud sendiri.
c.
Belajar yang menyangkut perubahan
di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung
untuk ditolaknya.
d.
Tugas-tugas belajar yang
mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimiliasikan apabila
ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.
Apabila ancaman terhadap diri
siswa redah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda
dan terjadilah proses belajar.
f.
Belajar yang bermakna diperoleh
siswa dengan melakukannya.
g.
Belajar diperlancar bilaman siswa
dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses
belajar itu.
h.
Belajar atas inisiatif sendiri
yang melibatkan siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara
yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.
Kepercayaan terhadap diri
sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih
mudah dicapai terutama jika siswa
dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian dari
orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.
Belaar yang paling berguna secara
social di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu
keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam
diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model
pendidikan terbuk mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang
dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck (1975), mereka meneliti
kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati,
penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah:
1.
Merespon perasaan siswa
2.
Menggunakan ide-ide siswa untuk
melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang
3.
Berdialog dan berdiskusi dengan
siswa
4.
Menghargai siswa
5.
Kesesuaian antara perilaku dan
perbuatan
6.
Menyesuaikan isi kerangka
berpikir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa)
7.
Tersenyum pada siswa
F.
Aplikasi Teori
Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori
humanistik lebih menunjuk pada ruh
atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan
guru memberikan motivasi kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan
siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa
untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan
sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembngkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif.
Tujuan pembelajaran
lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang
umumnya dilalui adalah:
1.
Merumuskan tujuan belajar yang
jelas.
2.
Mengusahakan partisipasi aktif
siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif
3.
Mendorong siswa untuk
mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
4.
Mendorong siswa untuk peka,
berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5.
Siswa didorong untuk bebas
mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang
diinginkannnya dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6.
Guru menerima siswa apa adanya,
berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normative tetapi
mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses
belajarnya
7.
Memberikan kesempatan murid untuk
maju sesuai dengan kecepatannya
8.
Evaluasi diberikan secara
individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran
berdasarkan teori humanistic ini cocok untuk diterapkan untuk materi-materi
pembelajaran yang bersift pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena social. Indicator dari keberhasilan
aplikasi iini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar
dan terjadi perubahan pola piker, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin,
atau etika yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Carl R. Rogers (Seri Tokoh
Psikologi Humanistik) - Carl Ransom
Rogers (8 Januari 1902 - 4 Februari 1987) adalah seorang psikolog Amerika yang
berpengaruh di antara para pendiri psikologi dengan pendekatan humanistik.
Rogers secara luas dianggap sebagai salah satu pendiri penelitian psikoterapi.
Carl Rogers adalah
seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat
pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya
sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan
Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers
menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain,
Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah,
sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang
sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah.
Teori Rogers didasarkan pada suatu "daya
hidup" yang disebut kecenderungan aktualisasi. Kecenderungan aktualisasi
tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap diri makhluk
hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal mungkin. Jadi,
makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin
memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya. Dari dorongan tunggal inilah,
muncul keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh
psikolog lain, seperti kebutuhan untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan akan
rasa aman dan rasa cinta, dan sebagainya.
Selain itu, Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi
humanistik yang gagasan-gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek
psikologi di semua bidang, baik klinis, pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus
dalam bidang pendidikan, Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip
belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang
berarti, belajar tanpa ancaman yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk
belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif
sendiri, dan belajar untuk perubahan (Rumini,dkk. 1993).
DAFTAR PUSTAKA
Aus Nasiban,
Ladisi. 2004. Para Psikolog Terkemuka
Dunia. Jakarta: Grassindo.
MIF Baihaqi. 2008. Psikologi
Pertumbuhan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
George Boeree. 2008. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Yogyakarta: Prismasophie. Hal.64-65
Ratna Syifa’a Rachmahana. Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan. Hal. 101-103
George Boeree. 2008. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Yogyakarta: Prismasophie. Hal.64-65
Ratna Syifa’a Rachmahana. Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan. Hal. 101-103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar